Jakarta, Mata4.com — Sebuah peristiwa tragis terjadi pada Kamis pagi, 2 Oktober 2025, ketika seorang perempuan muda ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di sebuah lahan kosong di kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Korban yang diketahui berinisial RTA diduga bekerja sebagai seorang terapis di sebuah spa yang berlokasi tidak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP).
Peristiwa ini segera menyedot perhatian publik, terlebih setelah muncul dugaan bahwa korban masih berusia di bawah umur. Kepolisian kini tengah mendalami secara menyeluruh penyebab kematian dan dugaan pelanggaran hukum terkait kondisi kerja korban.
Penemuan Jenazah dan Tindakan Awal Polisi
Penemuan jenazah bermula dari laporan warga sekitar yang curiga melihat sosok perempuan tergeletak di area kosong di belakang sebuah gedung logistik di Jalan Pejaten Raya. Warga kemudian menghubungi pihak berwajib. Petugas dari Polsek Pasar Minggu dan tim identifikasi dari Polres Metro Jakarta Selatan langsung menuju lokasi untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
“Kami menerima laporan sekitar pukul 05.00 WIB. Setibanya di lokasi, ditemukan korban perempuan dalam posisi telentang, tanpa tanda-tanda kehidupan. Jenazah langsung dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk dilakukan proses autopsi,” ujar Kapolsek Pasar Minggu, Kompol David Kanitero, kepada wartawan.
Dugaan Identitas dan Latar Belakang Pekerjaan
Menurut informasi awal dari pihak keluarga dan saksi rekan kerja, RTA diduga merupakan terapis yang baru sekitar satu bulan bekerja di Jakarta Selatan, setelah sebelumnya dikabarkan sempat bekerja di Bali selama beberapa bulan. Ia disebut bekerja di sebuah tempat spa yang cukup dikenal di kawasan tersebut.
Namun, hingga saat ini, pihak kepolisian belum merilis secara resmi nama institusi tempat korban bekerja, sembari menunggu klarifikasi lengkap terkait status hukum perusahaan dan hubungan kerja korban.
“Data administrasi masih kami selidiki. Kami sudah memintai keterangan dari beberapa saksi, termasuk rekan korban dan pihak manajemen tempat kerja,” kata salah satu penyidik dari Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Polisi Selidiki Penyebab Kematian dan Dugaan TPPO
Penyelidikan sementara mengindikasikan bahwa korban kemungkinan jatuh dari ketinggian. Hal itu diperkuat dengan ditemukannya pecahan atap mika dan jejak kaki di dinding belakang gedung yang terhubung dengan area tempat kerja korban. Namun, belum dapat disimpulkan apakah kematian tersebut disebabkan oleh kecelakaan, tindakan bunuh diri, atau dugaan kekerasan dari pihak ketiga.
“Kami masih menunggu hasil autopsi untuk mengetahui apakah terdapat tanda-tanda kekerasan atau luka lain yang tidak wajar. Semua kemungkinan terbuka,” kata Kompol David.
Penyidik juga mendalami kemungkinan adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO), menyusul informasi bahwa korban direkrut melalui media sosial dan bekerja dalam kondisi yang tidak layak.
Beberapa saksi menyebutkan bahwa korban pernah mengutarakan niat untuk berhenti bekerja, namun dihalangi dengan ancaman penalti yang cukup besar jika mengundurkan diri. Nilai penalti tersebut disebut-sebut mencapai puluhan juta rupiah — sebuah praktik yang, jika terbukti, dapat masuk dalam kategori eksploitasi tenaga kerja.
Dugaan Usia di Bawah Umur dan Perlindungan Anak
Pernyataan mengejutkan datang dari pihak keluarga, yang mengklaim bahwa korban masih berusia 14 tahun saat mulai bekerja. Bila hal ini terbukti benar, maka kasus ini bisa berkembang menjadi pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang melarang anak dipekerjakan di sektor-sektor berisiko tinggi atau untuk pekerjaan yang bersifat eksploitatif.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut memberi perhatian khusus terhadap kasus ini. “Kami meminta agar aparat penegak hukum segera menyelidiki dugaan pelanggaran perlindungan anak, serta memastikan bahwa tidak ada praktik perekrutan dan penempatan kerja anak di sektor spa atau sejenisnya,” kata Komisioner KPAI dalam pernyataan tertulis.
Isu Eksploitasi dan Ketimpangan Perlindungan Pekerja Spa
Kasus ini menyoroti isu yang lebih luas terkait praktik ketenagakerjaan di sektor jasa spa dan pijat, yang selama ini kerap kali luput dari pengawasan ketat. Laporan dari lembaga swadaya masyarakat menyebutkan bahwa tidak sedikit pekerja — khususnya perempuan muda — direkrut melalui media sosial atau jalur informal, tanpa kejelasan kontrak kerja dan perlindungan hukum yang memadai.
Dalam beberapa kasus, pekerja juga diharuskan tinggal di mess atau penginapan yang disediakan oleh perusahaan, serta dikenakan penalti tinggi jika ingin keluar sebelum masa kerja selesai. Jika benar bahwa korban mengalami kondisi serupa, maka dapat dikategorikan sebagai eksploitasi tenaga kerja.
Pakar ketenagakerjaan dan kriminolog dari Universitas Indonesia, Dr. Sinta Rahmawati, menyatakan bahwa kasus ini menjadi momentum penting untuk evaluasi menyeluruh. “Ini bukan hanya soal kecelakaan kerja atau bunuh diri. Jika pekerja berusia di bawah umur dan tidak memiliki kebebasan menentukan masa kerja, itu jelas pelanggaran berat,” ujarnya.
Langkah Lanjutan Aparat dan Imbauan kepada Publik
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk manajemen tempat kerja, pihak perekrut, serta rekan kerja korban. Pihak keluarga juga telah dimintai keterangan untuk memperkuat identifikasi dan riwayat hidup korban.
Kepolisian menyatakan komitmen untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru apabila ditemukan bukti pelanggaran hukum.
Sementara itu, pihak keluarga korban meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan foto atau identitas pribadi RTA secara sembarangan di media sosial. Mereka juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bersama dan mendapat perhatian serius dari pemerintah serta masyarakat luas.
Redaksi: Menjaga Martabat Korban dan Etika Pemberitaan
Redaksi berkomitmen untuk menjaga martabat korban serta tidak menyebarkan informasi yang dapat menyesatkan publik atau memperburuk kondisi psikologis keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, nama lengkap korban dan nama perusahaan belum dicantumkan sepenuhnya sambil menunggu konfirmasi resmi dari pihak berwenang.
Kami juga mengimbau kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak berspekulasi mengenai motif atau penyebab kematian hingga hasil resmi dari autopsi dan penyelidikan dikeluarkan.

