
Jakarta, Mata4.com — Ikatan Wartawan untuk Keadilan dan Umum (IWAKUM) resmi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (19/8). Langkah hukum ini menandai eskalasi keprihatinan komunitas jurnalis terhadap meningkatnya ancaman kriminalisasi, intimidasi, dan pembungkaman terhadap wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik secara profesional.
Ketua Umum IWAKUM, Rendra Saputra, dalam pernyataan pers di Gedung MK, menegaskan bahwa pengajuan judicial review ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap wartawan, serta mendorong penegakan kebebasan pers yang dijamin konstitusi. Menurutnya, pasal-pasal dalam UU Pers saat ini masih menyisakan ruang abu-abu yang rentan dimanfaatkan untuk menjerat wartawan dalam kasus pidana, meski mereka bekerja sesuai kaidah jurnalistik.
“Kami menilai bahwa UU Pers, meskipun secara umum progresif, masih menyisakan celah hukum yang dapat digunakan untuk menekan kebebasan pers. Dalam banyak kasus, wartawan yang mengungkap fakta justru dikriminalisasi atas dasar pencemaran nama baik atau penyebaran informasi yang dianggap merugikan pihak tertentu,” ujar Rendra.
Latar Belakang Pengajuan Uji Materi
IWAKUM menyampaikan bahwa pengajuan uji materi ini berangkat dari berbagai kasus yang melibatkan wartawan di berbagai daerah, yang dilaporkan atau ditahan karena produk jurnalistik yang mereka publikasikan. Dalam banyak kasus, aparat penegak hukum langsung memproses laporan pidana tanpa mengindahkan mekanisme penyelesaian sengketa melalui Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam UU Pers.
Menurut data yang dihimpun IWAKUM sepanjang Januari 2024 hingga Juni 2025, terdapat lebih dari 85 kasus pelaporan terhadap jurnalis, dengan 42 kasus di antaranya berujung pada proses hukum pidana, dan 18 kasus mengakibatkan penahanan. Sebagian besar kasus tersebut berkaitan dengan dugaan pencemaran nama baik atau pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Kami mencatat tren yang sangat mengkhawatirkan. Wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik dengan mematuhi kode etik, justru diperlakukan seperti pelaku kejahatan. Ini adalah ancaman nyata terhadap demokrasi,” tegas Rendra.
Permintaan Revisi dan Penegasan Imunitas Profesi
Melalui permohonan uji materi ini, IWAKUM meminta Mahkamah Konstitusi untuk meninjau dan memperjelas sejumlah pasal dalam UU Pers, terutama yang berkaitan dengan:
- Perlindungan hukum terhadap wartawan dari tuntutan pidana atas karya jurnalistik yang dilindungi oleh kode etik.
- Kewajiban penegak hukum untuk merujuk semua sengketa pemberitaan ke Dewan Pers sebelum melakukan proses pidana.
- Penegasan hak imunitas profesi jurnalistik, sepanjang karya jurnalistik yang dibuat memenuhi prinsip verifikasi, keberimbangan, dan itikad baik.
IWAKUM juga menyerukan perlunya pembaruan UU Pers agar lebih responsif terhadap tantangan era digital, termasuk perlindungan terhadap jurnalis yang bekerja secara independen (freelance), jurnalis warga (citizen journalist), serta mereka yang bekerja melalui media online non-mainstream.
“Pers tidak bisa dibungkam hanya karena mengangkat suara masyarakat. Ketika wartawan takut memberitakan kebenaran, di situlah demokrasi runtuh,” lanjut Rendra.

www.service-ac.id
Dukungan dari Akademisi dan Praktisi Hukum
Langkah IWAKUM ini mendapat dukungan dari sejumlah akademisi dan praktisi hukum yang selama ini aktif dalam advokasi kebebasan pers. Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia, Dr. Luthfi Zulkarnain, menyambut baik inisiatif uji materi tersebut.
“Kebebasan pers adalah hak konstitusional. Jika dalam praktiknya masih ada kriminalisasi wartawan, maka sudah semestinya MK memberikan tafsir konstitusional yang melindungi profesi ini,” ujarnya.
Sementara itu, Dewan Pers melalui pernyataan resminya menyatakan siap memberikan keterangan sebagai pihak terkait dalam perkara uji materi ini. Mereka menekankan bahwa penyelesaian sengketa pemberitaan semestinya diselesaikan melalui mekanisme mediasi dan kode etik, bukan jalur pidana.
Harapan Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
IWAKUM berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan yang progresif dan berpihak pada kebebasan berekspresi serta perlindungan jurnalis dari bentuk-bentuk kriminalisasi. Uji materi ini dinilai menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali posisi pers sebagai pilar keempat demokrasi yang bebas dari intervensi kekuasaan.
“Kami bukan menuntut hak istimewa. Kami hanya ingin jurnalis dilindungi saat menyampaikan kebenaran, bukan dijadikan korban karena memberitakan hal yang tidak nyaman bagi kekuasaan,” tutup Rendra.
Dengan uji materi ini, IWAKUM berharap ke depan tidak ada lagi jurnalis yang harus menghadapi jeruji besi hanya karena melakukan pekerjaannya. Di tengah derasnya arus informasi dan meningkatnya tekanan politik terhadap media, perlindungan hukum terhadap wartawan menjadi semakin penting untuk menjaga demokrasi tetap hidup.