Jakarta, Mata4.com — Pemerintah Indonesia tengah melakukan kajian terkait usulan pemanfaatan sebagian dana cukai rokok untuk mendukung pembiayaan asuransi bagi pekerja, terutama mereka yang bekerja di sektor informal. Wacana ini muncul sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem perlindungan sosial ketenagakerjaan yang selama ini masih menghadapi sejumlah tantangan, khususnya dalam menjangkau pekerja yang belum memiliki jaminan sosial memadai.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Afriansyah Noor, mengatakan pihaknya menyambut baik gagasan tersebut dan terbuka untuk mengkaji lebih jauh demi menemukan solusi yang terbaik. Namun, ia menegaskan bahwa segala bentuk pemanfaatan dana cukai harus dilakukan dengan memperhatikan regulasi yang ada serta tujuan utama dari pungutan cukai rokok itu sendiri.
“Kami terbuka terhadap usulan ini, tetapi tentu harus dikaji secara menyeluruh agar tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Dana cukai rokok selama ini digunakan untuk mendukung program kesehatan dan pengendalian konsumsi rokok. Jika hendak ada alokasi baru, kami harus pastikan bahwa semua aspek telah diperhatikan,” ujar Wamenaker saat ditemui di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Selasa (22/10).
Latar Belakang dan Tujuan Usulan
Usulan pemanfaatan sebagian dana cukai rokok untuk asuransi pekerja mulai mengemuka dalam berbagai forum diskusi publik yang membahas isu perlindungan sosial tenaga kerja. Para serikat pekerja dan aktivis jaminan sosial menilai bahwa dana hasil cukai rokok memiliki potensi besar untuk mendukung pembiayaan jaminan sosial, terutama bagi kelompok pekerja yang selama ini sulit mengakses program BPJS Ketenagakerjaan.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa jutaan pekerja informal di Indonesia belum tercakup dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan, akibat keterbatasan kemampuan finansial dan akses informasi. Di sisi lain, penerimaan negara dari cukai rokok pada tahun 2024 mencapai lebih dari Rp200 triliun, yang sebagian besar dialokasikan melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk berbagai program kesehatan, pembangunan daerah, dan pengendalian konsumsi tembakau.
Pengusul mengajukan gagasan agar sebagian dana cukai tersebut dapat dialihkan untuk membiayai iuran asuransi pekerja, baik di sektor formal maupun informal, sebagai bentuk subsidi agar lebih banyak tenaga kerja terlindungi. Hal ini diharapkan dapat membantu meringankan beban finansial pekerja, sekaligus memperluas cakupan jaminan sosial nasional.
Pandangan Berbagai Pihak
Usulan ini mendapatkan beragam tanggapan dari para pemangku kepentingan. Beberapa serikat pekerja dan organisasi buruh memberikan dukungan penuh terhadap gagasan tersebut. Mereka menganggap bahwa perlindungan sosial adalah hak dasar pekerja yang harus diperjuangkan bersama, dan pemanfaatan dana cukai rokok bisa menjadi salah satu solusi konkret.
Di sisi lain, sejumlah pengamat fiskal dan pakar kesehatan masyarakat memberikan catatan penting terkait wacana ini. Mereka menekankan agar penggunaan dana cukai harus tetap mengacu pada tujuan awal pemungutannya, yakni untuk mengendalikan konsumsi rokok dan mendukung sektor kesehatan.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Faisal, menyampaikan, “Dana cukai adalah instrumen fiskal yang cukup strategis. Pengalihannya ke bidang lain harus dilakukan dengan sangat hati-hati, agar tidak mengganggu efektivitas pengendalian konsumsi rokok dan tujuan kesehatan masyarakat.”
Sementara itu, penggiat pengendalian tembakau juga menyatakan keprihatinan agar alokasi dana cukai tidak sampai mengurangi tekanan terhadap perilaku merokok masyarakat, yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan nasional dalam jangka panjang.
Aspek Regulasi dan Koordinasi Lintas Kementerian
Wamenaker Afriansyah Noor menegaskan bahwa proses pengkajian usulan ini tidak bisa berjalan secara parsial. Kementerian Ketenagakerjaan akan melakukan koordinasi intensif dengan Kementerian Keuangan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, serta Kementerian Kesehatan untuk memastikan kelayakan dan keberlanjutan program jika nantinya usulan ini direalisasikan.
“Kami harus memastikan adanya payung hukum yang jelas serta mekanisme transparan dalam pengelolaan dana ini agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan tumpang tindih kebijakan. Semua harus dilakukan secara terintegrasi,” tambah Wamenaker.
Manfaat Potensial bagi Pekerja Informal
Jika diimplementasikan, pemanfaatan sebagian dana cukai rokok untuk subsidi iuran asuransi pekerja dapat memberikan perlindungan sosial yang jauh lebih luas, terutama bagi jutaan pekerja informal yang selama ini kesulitan mengakses jaminan sosial. Dengan adanya subsidi, diharapkan angka kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan akan meningkat secara signifikan, sehingga pekerja mendapatkan perlindungan dari risiko kecelakaan kerja, kematian, hingga pensiun.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski wacana ini mendapat sambutan positif, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan, seperti penentuan porsi alokasi dana cukai, mekanisme penyaluran subsidi, serta pengawasan agar dana digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu, edukasi kepada masyarakat dan pekerja informal juga menjadi hal penting agar mereka memahami manfaat dan cara mendaftar ke program jaminan sosial.
Pemerintah diharapkan dapat melakukan konsultasi publik dan melibatkan berbagai pihak terkait untuk mengoptimalkan desain kebijakan ini, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara merata tanpa mengorbankan tujuan utama pengendalian konsumsi rokok.
Kesimpulan
Usulan pemanfaatan sebagian dana cukai rokok untuk asuransi pekerja merupakan inisiatif kebijakan yang menunjukkan perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, terutama yang berada di sektor informal. Dengan pendekatan kajian yang komprehensif dan koordinasi lintas lembaga, langkah ini berpotensi memperkuat sistem perlindungan sosial nasional.
Namun, keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada kesiapan regulasi, transparansi pengelolaan dana, dan kesepakatan seluruh pemangku kepentingan agar tujuan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan pekerja dapat berjalan beriringan.

