Jakarta, Mata4.com – Posisi utang pemerintah Indonesia saat ini mencapai Rp9.138,05 triliun, atau setara 39,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut memang mendekati batas psikologis 40 persen, namun Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan kondisinya masih dalam kategori aman.
Pernyataan itu disampaikan Purbaya dalam acara “Sarasehan 100 Ekonom Indonesia” di Jakarta, Selasa (28/10/2025). Menurutnya, sejumlah lembaga pemeringkat internasional menilai kemampuan fiskal suatu negara berdasarkan dua indikator utama, yaitu defisit terhadap PDB (deficit to GDP ratio) dan rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio).
“Lembaga pemeringkat menilai, kemampuan fiskal suatu negara mengacu kepada dua indikator utama. Yakni, deficit to GDP ratio dan debt to GDP ratio. Di mana capaian Indonesia masih di bawah ambang batas kedua indikator tersebut,” ujar Menkeu Purbaya.
Rasio Masih di Bawah Standar Internasional
Sebagai perbandingan, Purbaya menjelaskan bahwa Uni Eropa melalui Maastricht Treaty menetapkan ambang batas defisit sebesar 3 persen terhadap PDB dan rasio utang maksimal 60 persen terhadap PDB.
Indonesia, kata Purbaya, masih berada jauh di bawah batas itu. Hingga 30 September 2025, defisit APBN tercatat Rp371,5 triliun atau 1,56 persen terhadap PDB, sedangkan rasio utang berada di level 39,86 persen terhadap PDB.
“Jadi, dengan standar internasional yang paling ketat pun, kita masih prudent,” tegas Purbaya.
Purbaya menegaskan pemerintah akan terus menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tidak melampaui batas defisit 3 persen.
“Dalam waktu dekat nggak akan berubah, nggak akan saya ubah itu. Akan saya jaga terus baik tahun ini maupun tahun depan,” ujarnya.

Fokus Jaga Stabilitas Fiskal
Lebih lanjut, Purbaya menuturkan bahwa pemerintah akan mengevaluasi rasio utang dan pendapatan negara secara hati-hati, hanya jika perekonomian nasional menunjukkan pertumbuhan signifikan di atas 7 persen.
“Kalau tumbuh 7 persen, misalnya, kami pertimbangkan. Perlu nggak kita kurangi pajak? Atau perlu nggak kita kurangi utang atau tambah utang untuk tembus 8 persen? Tapi hitungannya jelas di atas kertas,” ungkapnya.
Ia menambahkan, target jangka menengah pemerintah adalah mendorong pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen, tanpa harus meningkatkan rasio utang secara berlebihan.
Komposisi dan Transparansi Utang Negara
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Suminto, merinci total utang pemerintah per Juni 2025 yang mencapai Rp9.138,05 triliun. Jumlah itu terdiri dari utang pinjaman sebesar Rp1.157 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.980,87 triliun.
Suminto menjelaskan, pemerintah mulai tahun ini akan merilis data utang secara triwulanan, bukan bulanan seperti sebelumnya. Langkah itu dilakukan untuk meningkatkan akurasi dan kredibilitas data, menyesuaikan dengan ukuran PDB yang juga diterbitkan secara kuartalan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kebijakan ini bertujuan memastikan statistik utang lebih kredibel karena disesuaikan dengan ukuran PDB nasional,” jelasnya.
Konteks Global dan Prospek ke Depan
Sejumlah analis menilai, posisi utang Indonesia yang masih di bawah 40 persen PDB menandakan ruang fiskal masih cukup longgar. Namun, pemerintah tetap perlu menjaga disiplin fiskal dan meningkatkan kualitas belanja negara agar pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan sepadan dengan beban utang.
Langkah reformasi perpajakan, efisiensi belanja, serta penguatan sektor industri menjadi kunci agar rasio utang tetap terkendali tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
