Jakarta, Mata4.com — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan terus memperkuat langkah pengendalian penyakit tidak menular (PTM) yang semakin mengancam kesehatan masyarakat, salah satunya dengan menerapkan kebijakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) mengumumkan kabar terbaru mengenai penerapan kebijakan ini yang bertujuan menurunkan tingkat konsumsi gula berlebih, sekaligus mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat menuju gaya hidup lebih sehat.
Minuman berpemanis dalam kemasan, seperti soda, minuman energi, dan jus rasa kemasan, telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, kandungan gula yang tinggi pada minuman-minuman tersebut menjadi salah satu penyebab utama lonjakan penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, obesitas, penyakit kardiovaskular, dan gangguan metabolik lainnya.
Tren Konsumsi Minuman Manis dan Dampaknya
Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan pola hidup dan gaya konsumsi masyarakat urban di Indonesia telah mengarah pada peningkatan konsumsi minuman berpemanis. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan konsumsi minuman manis hingga lebih dari 20 persen dalam satu dekade terakhir. Terlebih, kelompok anak-anak dan remaja yang menjadi target utama produsen minuman berpemanis, menunjukkan angka konsumsi yang sangat tinggi.
Menurut survei nasional, hampir 60 persen anak-anak usia sekolah di Indonesia mengonsumsi minuman berpemanis setidaknya sekali dalam sehari. Hal ini berkontribusi signifikan terhadap kenaikan angka obesitas anak yang mencapai lebih dari 15 persen, serta peningkatan kasus diabetes tipe 2 yang kini tidak lagi hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga remaja dan anak-anak.
Wakil Menteri Kesehatan menegaskan, “Konsumsi gula yang berlebihan, terutama melalui minuman berpemanis, menjadi faktor risiko utama berbagai penyakit tidak menular yang kini menjadi beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan nasional.”
Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar asupan gula tambahan tidak melebihi 10 persen dari total kalori harian, idealnya kurang dari 5 persen. Namun, survei di Indonesia menunjukkan bahwa konsumsi gula masyarakat jauh melampaui rekomendasi tersebut, dengan mayoritas konsumsi gula berasal dari minuman berpemanis.
Penerapan Cukai Minuman Berpemanis sebagai Solusi
Sebagai bagian dari strategi nasional pengendalian konsumsi gula, pemerintah memutuskan untuk mengenakan cukai khusus pada minuman berpemanis dalam kemasan. Kebijakan ini mulai berlaku pada tahun berjalan dengan tujuan utama mengurangi konsumsi minuman tinggi gula melalui peningkatan harga jual.
Kebijakan ini mengikuti jejak negara-negara seperti Meksiko, Inggris, Filipina, dan Afrika Selatan, yang telah menerapkan pajak atau cukai pada minuman manis dan mencatat hasil positif berupa penurunan konsumsi serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap risiko kesehatan. Di Meksiko, misalnya, konsumsi minuman berpemanis menurun hingga 12 persen dalam dua tahun pertama setelah kebijakan cukai diterapkan.
Wamenkes menjelaskan, “Kami berharap dengan kebijakan cukai ini, produsen terdorong untuk menurunkan kadar gula dalam produk mereka, sementara masyarakat akan terdorong untuk memilih alternatif minuman yang lebih sehat.”
Tantangan dan Kritik dari Industri dan Konsumen
Meski mendapat dukungan dari kalangan kesehatan, kebijakan cukai minuman berpemanis menghadapi tantangan dari pelaku industri dan pelaku usaha kecil. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa kenaikan harga minuman akibat cukai akan berdampak negatif pada daya beli konsumen, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang bergerak di sektor minuman.
Ketua Asosiasi Produsen Minuman Ringan Indonesia menyatakan, “Kami memahami tujuan kesehatan dari kebijakan ini, namun harus dipastikan kebijakan ini tidak membebani pelaku usaha dan konsumen. Perlu ada skema pendukung agar UMKM tetap bisa bertahan.”
Sementara itu, sebagian konsumen menyampaikan keprihatinan bahwa kenaikan harga minuman favorit mereka akan membatasi pilihan dan mempengaruhi gaya hidup sehari-hari.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk melakukan dialog terus-menerus dengan para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha dan masyarakat. Pemerintah juga menyiapkan program pendampingan bagi pelaku usaha agar dapat beradaptasi dengan perubahan ini, sekaligus menyediakan alternatif minuman sehat yang terjangkau bagi masyarakat.
Pentingnya Edukasi dan Kampanye Kesehatan
Selain kebijakan cukai, edukasi kepada masyarakat menjadi faktor kunci keberhasilan pengendalian konsumsi gula. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan berbagai lembaga terkait gencar melakukan kampanye pola hidup sehat, termasuk mengurangi konsumsi gula dan mengganti minuman berpemanis dengan air putih atau minuman rendah gula.
Dr. Ratna Sari, seorang pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, menyatakan, “Pengenaan cukai akan lebih efektif jika diiringi dengan edukasi yang intensif. Masyarakat perlu memahami mengapa membatasi gula penting bagi kesehatan jangka panjang.”
Beberapa program edukasi yang dijalankan meliputi sosialisasi di sekolah-sekolah, penyebaran informasi melalui media massa, hingga pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk mendampingi masyarakat dalam mengubah pola konsumsi.
Pemanfaatan Dana Cukai untuk Program Kesehatan
Salah satu aspek penting dari kebijakan cukai ini adalah pemanfaatan dana hasil cukai untuk membiayai program-program kesehatan masyarakat. Pemerintah telah merencanakan penggunaan dana cukai untuk mendukung berbagai kegiatan pencegahan penyakit tidak menular, termasuk kampanye edukasi, penyediaan fasilitas kesehatan, dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.
Menteri Keuangan menyatakan bahwa alokasi dana cukai ini merupakan bagian dari strategi pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan, mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target kesehatan nasional.
Harapan untuk Masa Depan
Kebijakan cukai minuman berpemanis kemasan ini diharapkan menjadi momentum penting dalam memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan sinergi antara kebijakan fiskal, edukasi, dan inovasi produk oleh pelaku industri, konsumsi gula dapat dikendalikan sehingga beban penyakit tidak menular dapat berkurang secara signifikan.
Pemerintah juga berencana melakukan evaluasi rutin terhadap kebijakan ini untuk memastikan efektivitasnya dan menyesuaikan kebijakan sesuai dinamika sosial-ekonomi masyarakat.
Wamenkes mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung upaya ini, dengan mulai membiasakan diri mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan memilih pola hidup sehat. “Perubahan dimulai dari kesadaran individu, dan kebijakan ini menjadi alat untuk mempermudah pilihan yang lebih sehat bagi kita semua,” ujarnya.

