Lampung, Mata4.com — Publik di Lampung tengah menyoroti kasus dugaan pemerasan yang melibatkan seorang wartawan yang diduga memiliki 32 media di wilayah tersebut. Kasus ini menjadi perhatian setelah beredar video rekaman yang menunjukkan oknum wartawan berinisial R tersebut dijebak menggunakan narkoba sebagai bagian dari upaya pembongkaran praktik yang diduga melibatkan penyalahgunaan profesi dan intimidasi terhadap aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS).
Kronologi Kejadian
Berdasarkan keterangan sumber terpercaya dan informasi awal dari kepolisian, oknum wartawan R diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah PNS di Lampung. Modus operandi yang digunakan adalah mengancam akan mempublikasikan berita negatif melalui puluhan media yang dimilikinya jika korban tidak memenuhi permintaan uang atau fasilitas tertentu. Praktik ini disebut sebagai bentuk penyalahgunaan profesi wartawan yang merugikan masyarakat dan institusi pemerintahan.
Upaya pengungkapan modus tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang menolak praktik pemerasan itu, dengan cara menjebak R agar menggunakan narkoba. Video rekaman ini kemudian menjadi alat bukti dalam penyelidikan yang sedang berlangsung.
Tindakan dan Respons Kepolisian
Kepolisian Daerah Lampung telah menerima laporan dan langsung menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan. Kepala Polres Lampung, AKBP Teguh Santoso, menegaskan bahwa proses hukum akan dijalankan secara transparan dan profesional, tanpa diskriminasi.
“Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum sesuai dengan bukti yang ditemukan. Tidak ada ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan ataupun tindak kriminal di wilayah hukum kami,” ujarnya.
Pihak kepolisian juga masih mendalami keterlibatan narkoba dalam kasus ini, termasuk memastikan apakah oknum wartawan tersebut benar-benar menggunakan narkoba atau menjadi korban jebakan.
Reaksi dari Komunitas Jurnalistik
Kasus ini mendapatkan perhatian serius dari organisasi profesi wartawan, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Ketua AJI Lampung, Ratna Sari, menyatakan bahwa tindakan pemerasan oleh oknum wartawan adalah tindakan yang sangat merugikan dan mencederai citra profesi jurnalistik yang sesungguhnya mengedepankan prinsip independensi, objektivitas, dan integritas.
“Kami mengecam keras tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum wartawan ini. Profesi jurnalistik harus dijalankan sesuai dengan kode etik yang berlaku dan demi kepentingan publik, bukan untuk keuntungan pribadi,” ujar Ratna.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menggeneralisasi kasus ini sebagai cerminan seluruh wartawan, serta meminta aparat penegak hukum untuk memproses kasus ini secara adil dan transparan.
Pentingnya Pengawasan dan Pendidikan Etika Jurnalistik
Para pengamat media dan hukum menilai bahwa kasus ini menegaskan kembali pentingnya pengawasan terhadap praktik jurnalistik, terutama bagi media-media yang dimiliki secara perorangan atau kelompok kecil yang rawan disalahgunakan. Penguatan kode etik dan penegakan sanksi atas pelanggaran menjadi kunci dalam menjaga profesionalisme media.
Dr. Andi Wijaya, pengamat media dari Universitas Lampung, menyatakan:
“Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya edukasi dan pengawasan agar wartawan menjalankan tugas sesuai dengan standar etika dan hukum. Penyalahgunaan profesi harus segera diberantas agar kepercayaan publik terhadap media tetap terjaga.”
Perlindungan bagi Aparatur Sipil Negara
Kasus ini juga mengangkat perhatian terkait perlindungan bagi PNS yang seringkali menjadi sasaran praktik pemerasan dan intimidasi. Pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan dapat memperkuat mekanisme perlindungan dan pengaduan agar PNS dapat bekerja tanpa tekanan dan ancaman.
Harapan Masyarakat dan Penutup
Masyarakat luas berharap agar penegak hukum dapat mengusut kasus ini secara tuntas dan transparan. Integritas profesi wartawan yang sejati harus dijaga, sementara praktik pemerasan dan penyalahgunaan jabatan harus mendapat sanksi tegas agar tidak mencederai kepercayaan publik.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan, dan seluruh pihak diimbau untuk menghormati proses hukum serta asas praduga tidak bersalah selama kasus berjalan.

