Jakarta, Mata4.com — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), mengungkapkan rencana penerapan mandatori bioetanol 10 persen (E10) sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi rakyat, khususnya di sektor pertanian dan pangan.
“Itu akan menumbuhkan ekonomi rakyat yang luar biasa. Saya kira begitu,” ujar Zulhas di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Menurutnya, penerapan kebijakan tersebut akan meningkatkan kebutuhan etanol atau metanol yang berasal dari tanaman pangan seperti singkong, jagung, dan tebu. Kondisi ini diyakini akan menghidupkan kembali aktivitas pertanian dan mengurangi jumlah lahan tidur di daerah.
“Maka, tidak akan ada lahan yang kosong. Orang akan tanam jagung, orang akan tanam singkong. Karena satu hektare sudah saya hitung bisa memberikan penghasilan dua kali panen,” lanjut Zulhas.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah pelaku industri singkong, jagung, dan tebu untuk mendukung target produksi 1,4 juta kiloliter etanol pada 2027. Target ini menjadi bagian penting dari persiapan implementasi E10.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut, kolaborasi lintas sektor menjadi strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor etanol, sekaligus memperkuat kemandirian energi nasional.
“Insentif yang akan kita berikan adalah kemudahan perizinan, termasuk impor barang modal untuk pabrik. Pemerintah juga mempertimbangkan pemberian tax holiday,” jelas Bahlil.
Lebih jauh, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tergesa-gesa menerapkan mandatori pencampuran etanol sebelum kapasitas produksi dalam negeri mencukupi.
Langkah pengembangan bioetanol E10 ini diharapkan mampu menggerakkan ekonomi daerah, memperkuat ketahanan energi nasional, serta membuka peluang investasi baru di sektor energi hijau dan pertanian berkelanjutan.
