UMKM, Katup Pengaman Ekonomi di Tengah Dinamika Daerah

nugie Bisnis
30 Mei 2025 00:05Wib
Bagikan atau simpan

Bekasi, mata4.com – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dinilai menjadi katup pengaman ekonomi nasional, terutama saat krisis seperti pandemi COVID-19. Ketika sektor besar mengalami keterpurukan, UMKM tetap mampu bertahan dan bahkan terus beroperasi, memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian lokal maupun nasional.

Hal ini disampaikan oleh Riad Oscha Chalik, Ketua Komite Tetap Bidang UMKM Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia. Ia menekankan pentingnya peran UMKM dalam menopang ekonomi, terutama di daerah.

ADVERTISEMENT

"UMKM tidak terganggu secara signifikan saat pandemi kemarin. Ini menunjukkan ketahanan sektor ini yang luar biasa," ujar Riad, sapaan akrabnya kepada mata4.com, di Kediamannya, Jumat (30/5/2025).

Perlunya Fasilitas Legalitas dan Relokasi yang Bijak

Menurut Riad, UMKM perlu difasilitasi dalam aspek legalitas dan perizinan. Ia mendorong pemerintah untuk memberikan kemudahan seperti pendirian badan usaha berbentuk PT Perseorangan.

Ia juga menyoroti isu relokasi pedagang kaki lima, khususnya yang berjualan di area terlarang seperti bantaran kali. "Kalau mereka melanggar hukum, memang harus ditertibkan, tapi dengan pendekatan yang manusiawi dan solutif," katanya.

Peran UMKM dalam Pendapatan Asli Daerah

Riad menyebut bahwa keberhasilan UMKM tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah daerah mutlak diperlukan jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

"Kalau daerah mau maju, fasilitasi UMKM. Jangan cuma bergantung pada industri besar," ungkapnya.

Akses Pembiayaan dan Tantangan Perbankan

Meski UMKM dinilai mandiri dan tidak membebani APBD, namun akses terhadap pembiayaan masih menjadi tantangan. Riad mencatat bahwa dari total kredit yang disalurkan oleh bank pemerintah, hanya kurang dari 20 persen yang terserap oleh pelaku UMKM.

“Bank pemerintah kalah saing dengan bank keliling yang berkedok koperasi. Suku bunga mereka sangat tinggi dan tidak sesuai aturan OJK,” ungkapnya. Ia menekankan perlunya penyederhanaan proses pinjaman di bank pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan.

Bekasi: Kota Jasa, Bukan Kota Industri

Riad juga menyoroti karakteristik Kota Bekasi yang lebih cocok dikembangkan sebagai kota jasa dan perdagangan, bukan industri. Menurutnya, industri dapat dengan mudah berpindah ke daerah lain seperti Jawa Tengah, yang menawarkan regulasi dan hari kerja yang lebih kompetitif.

"Vietnam misalnya, hanya memiliki 12 hari libur nasional dalam setahun, sementara Indonesia 24 hari. Ini mempengaruhi efisiensi kerja dan keputusan investasi," ujarnya.

Dilema UMK dan Daya Saing Investasi

Ia menilai kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) memang menguntungkan pekerja, namun di sisi lain bisa menggerus minat investor. Hal ini menurutnya merupakan "buah simalakama" yang perlu ditangani dengan strategi jangka panjang.

Transformasi Digital dan Dukungan Pemerintah

Sebagai penutup, Riad mendorong pemerintah untuk tidak hanya menjadi birokrat yang mengurusi administrasi, tetapi juga menjadi fasilitator transformasi. Salah satu langkah nyata adalah dengan membuat platform digital yang dapat membantu UMKM dalam pemasaran dan perluasan pasar.

“Dinas terkait harus membuatkan platform. Ini zaman digital, jangan UMKM disuruh jalan sendiri,” pungkasnya.


Tags: