Bekasi, Juli 2025 — Di tengah arus globalisasi keuangan dan ekspansi ekonomi digital, Bank Indonesia diam-diam telah menyiapkan sebuah “senjata moneter” yang kelak bisa menjadi pondasi ekonomi masa depan: Rupiah Digital. Melalui Proyek Garuda, Indonesia tidak sekadar mengekor tren Central Bank Digital Currency (CBDC), tapi secara aktif merancang arsitektur mata uang digital nasional yang tahan uji, inklusif, dan berdaulat.
BUKAN SEKADAR UANG DIGITAL
Rupiah Digital bukan versi digital dari uang tunai yang kita simpan di e-wallet. Ia adalah bentuk baru dari uang bank sentral, yang dirancang untuk menjadi alat tukar utama dalam ekosistem ekonomi digital. Dengan kata lain, ini adalah “mata uang elektronik resmi” yang punya kekuatan hukum, didukung oleh negara, dan dikendalikan langsung oleh otoritas moneter tertinggi: Bank Indonesia.
“Proyek Garuda adalah laboratorium strategis kita dalam mendesain ulang peran Rupiah di tengah ekosistem digital yang makin kompleks,” ungkap Deputi Gubernur Bank Indonesia dalam salah satu forum tertutup tahun lalu.
FASE AWAL: PENGUATAN FONDASI TEKNOLOGI
Pada akhir 2024, BI mengumumkan telah merampungkan tahap pertama uji konsep (Proof of Concept / PoC) untuk arsitektur Rupiah Digital. Pengujian ini mencakup pengujian teknis, sistem keamanan, dan interoperabilitas sistem berbasis Distributed Ledger Technology (DLT) — semacam teknologi blockchain yang telah teruji dalam dunia kripto dan sistem finansial terdesentralisasi.
Hasilnya? Platform dinyatakan berhasil menjalankan skenario transaksi wholesale (antar bank) dengan lancar dan efisien. Dengan ini, BI semakin percaya diri melangkah ke fase lanjutan yang lebih kompleks: intermediate state, di mana Rupiah Digital akan diuji coba untuk operasi moneter dan pengelolaan surat berharga.
ARAH KEBIJAKAN YANG TIDAK MAIN-MAIN
Namun Proyek Garuda bukan hanya eksperimen teknologi. Ia adalah bagian dari visi besar menjaga kedaulatan Rupiah dalam medan baru: ruang digital yang semakin dikuasai platform global dan mata uang asing berbasis algoritma. Rupiah Digital kelak bisa menjadi tameng terhadap dominasi stablecoin asing, sekaligus instrumen untuk memperluas inklusi keuangan hingga ke pelosok dengan akses internet.
Lebih dari itu, proyek ini juga membuka peluang BI untuk melakukan pengawasan dan kontrol yang lebih presisi terhadap aliran uang digital — tanpa perlu mengandalkan pihak ketiga. Ini bisa menjadi senjata ampuh dalam menekan shadow banking dan kejahatan lintas batas berbasis teknologi finansial.
TANTANGAN BUKAN MAIN
Meski menjanjikan, jalan menuju realisasi penuh Rupiah Digital tak mudah. Tantangan besar mengintai, mulai dari:
Kesiapan infrastruktur teknologi nasional
Keamanan siber skala tinggi
Penerimaan publik dan edukasi digital
Kerja sama regional dan global dalam interoperabilitas
Sebab, mata uang digital tak bisa berdiri sendiri. Ia harus kompatibel secara teknis dan kebijakan dengan sistem internasional, termasuk CBDC negara-negara mitra dagang Indonesia.
MENGARUNGI LANGIT EKONOMI DIGITAL
Penamaan “Garuda” dalam proyek ini jelas bukan iseng. Ia menyiratkan misi luhur untuk menjaga “langit ekonomi digital” Indonesia. Dengan sayap teknologi yang kokoh dan arah kebijakan yang bijaksana, Bank Indonesia ingin menjadikan Rupiah Digital sebagai simbol kedaulatan baru: bukan hanya dalam batas teritorial, tapi juga di medan maya yang tanpa batas.
Jika berhasil, Proyek Garuda akan menempatkan Indonesia di antara negara-negara yang memimpin dalam transformasi digitalisasi moneter. Lebih dari itu, ia menjadi bukti bahwa negara berkembang pun bisa menulis ulang aturan main dalam ekonomi digital global.
