Bekasi, Mata4.com – Dunia kembali dikejutkan oleh rentetan tragedi kemanusiaan di wilayah pendudukan Israel. Tepi Barat kembali menjadi titik panas konflik, di mana dua bocah Palestina tewas tertembak oleh pasukan Israel. Tak hanya itu, pemukim ilegal Yahudi juga membakar sebuah masjid, memicu kecaman luas dan memperparah situasi yang sudah rapuh.
Peristiwa mematikan terbaru terjadi di Kota Beit Ummar, sebelah utara Hebron, Tepi Barat. Dua anak Palestina dikonfirmasi meninggal setelah menjadi sasaran tembak pasukan Israel. Mengutip laporan Al Jazeera, Kamis (13/11/2025), pasukan tersebut juga melancarkan serangan di Kota Anabta, wilayah utara Tepi Barat.
Dalam serangan di Beit Ummar, tentara Israel tidak hanya menembak, tetapi juga membawa jasad para korban. Wilayah tersebut kemudian ditetapkan sebagai zona militer tertutup. Aktivis lokal, Mohammed Awad, mengungkapkan bahwa pasukan Israel semakin menggencarkan penggerebekan dan pengusiran terhadap para petani, terutama setelah insiden di permukiman ilegal Karmei Tzur. Ia menyebut warga Palestina terus menghadapi pemukulan, penangkapan, hingga serangan berulang dari pemukim, yang bertujuan menekan penduduk setempat agar meninggalkan tanah mereka.
Masjid Dibakar, Simbol Rasisme Pemukim Ilegal
Kekerasan tidak berhenti pada pembunuhan. Pemukim ilegal Israel juga membakar sebuah masjid, menambah panjang daftar aksi brutal di Tepi Barat. Merujuk laporan AFP, Masjid Hajja Hamida di dekat kota Deir Istiya, Tepi Barat, dibakar pada Rabu (12/11/2025). Foto-foto di lokasi kejadian menunjukkan mushaf Alquran hangus terbakar dan dinding masjid menghitam akibat asap, serta grafiti bermuatan kebencian yang menodai dinding suci tersebut.
Kementerian Luar Negeri Palestina di Ramallah menyatakan bahwa tindakan itu merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kesucian tempat ibadah dan mencerminkan rasisme yang mengakar. Mereka menegaskan bahwa para pelaku merasa terlindungi oleh otoritas pendudukan.
Aksi kekerasan oleh pemukim ilegal telah melonjak tajam dalam beberapa pekan terakhir, menimbulkan kecaman internasional dan bahkan kritik internal dari kalangan militer serta pemerintah Israel sendiri.

Pelanggaran Hukum Internasional dan Kecaman PBB
Israel telah menduduki Tepi Barat sejak 1967. Diperkirakan lebih dari 500 ribu warga Israel kini bermukim di permukiman ilegal yang dibangun di atas wilayah Palestina. Menurut hukum internasional, seluruh permukiman tersebut dianggap ilegal. Namun, warga Palestina menilai pasukan Israel seringkali membiarkan kekerasan yang dilakukan pemukim tanpa proses hukum.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui juru bicaranya Stephane Dujarric, mengecam keras rangkaian serangan itu. “Tindakan kekerasan dan penodaan tempat-tempat keagamaan seperti itu tidak dapat diterima,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa insiden seperti ini merupakan bagian dari pola kekerasan ekstremis yang terus meningkat dan harus segera dihentikan.
Gaza Runtuh Pasca-Gencatan Senjata
Di Jalur Gaza, keadaan tak kalah memilukan. Lebih dari 1.500 bangunan dilaporkan hancur akibat operasi militer Israel sejak gencatan senjata diberlakukan sebulan lalu. Data citra satelit yang ditinjau BBC Verify memperlihatkan bahwa permukiman di wilayah yang dikuasai Israel hancur total sejak 10 Oktober 2025. Kerusakan parah tampak di Rafah, Jabalia, hingga Kota Gaza.
Kantor Media Pemerintah Palestina mencatat setidaknya 282 pelanggaran gencatan senjata, termasuk serangan udara, pengeboman bangunan sipil, hingga penembakan di permukiman warga. Sejak Oktober 2023, lebih dari 69.000 warga Palestina tewas — mayoritas perempuan dan anak-anak — dan lebih dari 170 ribu lainnya terluka. Gaza kini berada di ambang kehancuran total.
Tragedi yang terus berlangsung ini menegaskan perlunya urgensi perhatian komunitas internasional untuk menghentikan kekerasan dan mendorong solusi yang adil bagi rakyat Palestina. Konflik yang tidak kunjung usai ini menuntut tindakan nyata, bukan sekadar kecaman.
